PERGUNU CIANJUR
Ads 728x90

Sabtu, 26 Maret 2022

Peran Guru PAI dan Komitmen Kebangsaan

Guru PAI memiliki peran sentral dalam membentuk karakter peserta didik. Karakter tersebut dibangun di atas fondasi nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Karakter tersebut dapat tercermin secara implisit pada profil pelajar Pancasila.

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2020 menjelaskan 6 ciri profil Pelajar Pancasila, yaitu Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia, Berkebinekaan Global, Gotong Royong, Mandiri, Bernalar Kritis dan Kreatif. Hal ini sejalan dengan  Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional terdapat dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Beberapa poin penting dari 6 ciri profil Pelajar Pancasila yang berkaitan langsung dengan komitmen keislaman dan kebangsaan ialah Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak mulia, Berkebinekaan Global dan gotong royong.

Ketiga poin tersebut menjadi secara khusus menjadi tanggung jawab Guru PAI, dalam membimbing peserta didik agar mereka berkomitmen terhadap ajaran pokok keislamannya dan kebangsaannya. Beriman dan Bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia menjadi ciri kunci keislaman mereka. Sedangkan komitmen kebangsaan dapat dilihat dari kesadaran diri mereka dalam berkebinekaan global serta bergotong royong.

Tanggung jawab ini tentu bukan hanya diberikan kepada Guru PAI saja, tetapi kepada semua yang terlibat dalam dunia pendidikan. Namun guru PAI memiliki peran sentral karena menjadi ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan peserta didik.

Selanjutnya, melalui kompetensi leadership yang dimilikinya ia harus mampu menjadi pemimpin atau bisa menjadi orang yang mampu mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk lingkungannya. Di sinilah peran guru Pendidikan Agama Islam mampu memberi warna terhadap lingkungannya, khususnya di sekolah.

Untuk bisa membawa warna baru komitmen keislaman dan kebangsaan di lingkungan sekolah, Guru PAI harus sudah selesai dengan dirinya. Ia senantiasa memiliki dan menjaga komitmen terhadap nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Nilai-nilai itulah secara sinergis terinternalisasi dalam gerak langkah pengabdiannya.

Kementerian Agama memiliki program strategis yang bisa dijadikan pedoman guru PAI dalam perilaku keberagamaannya di sekolah yakni Moderasi Beragama. Eksistensi moderasi beragama dalam pandangan Islam disebut juga eksistensi Islam wasathiyyah merupakan suatu prinsip yang harus dimiliki oleh guru PAI. Moderasi digambarkan dalam satu kesatuan unsur pokok, yaitu: kejujuran, keterbukaan, kasih sayang dan keluwesan.

Lukman Hakim Saefudin menerangkan bahwa moderasi beragama bukanlah ideologi. Moderasi agama adalah sebuah cara pandang terkait proses memahami dan mengamalkan ajaran agama agar dalam melaksanakannya selalu dalam jalur yang moderat. Moderat di sini dalam arti tidak berlebih-lebihan atau ekstrem.

Moderasi beragama sebagai cara pandang mampu menjadi solusi untuk saling terbuka, menerima perbedaan, dan menjaga kerukunan antar umat beragama. Lingkungan sekolah sebagai lingkungan yang syarat dengan perbedaan, sejatinya moderasi beragama dapat dikenalkan sejak dini kepada murid agar tidak mudah terpengaruh dengan pemikiran beragama yang radikal dan menutup diri dengan agama lain.

Moderasi beragama menjadi pintu dalam membuka pemikiran seseorang dalam memandang kehidupan berbangsa dan bernegara. Empat pilar kebangsaan akan dipandang sebagai komitmen kehidupan kebangsaan yang harus dipertahankan, yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan UUD 1945.

Sebagai sesama anak bangsa kita terikat oleh komitmen kebangsaan, sehingga harus hidup berdampingan dengan prinsip kesepakatan (mu'ahadah atau muwatsaqah). Ketika prinsip tersebut sudah menjadi pegangan dalam berkehidupan beragama dan berbangsa, maka yang muncul ialah nilai-nilai kemanusiaan. Ini lah peradaban bangsa yang paling tinggi, di mana hubungan antar sesama tidak lagi menonjolkan perbedaan, tetapi mengedepankan persamaan sebagai sesama anak manusia.

Jadi sebagai Guru PAI, ia harus menyadari betul bahwa kesepakatan Bangsa Indonesia membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila adalah mengikat untuk seluruh elemen bangsa. Maka kesepakatan tersebut merupakan tanggung jawab keagamaan (mas'uliyyah diniyyah), sekaligus sebagai tanggung jawab kebangsaan (mas'uliyyah wathaniyyah) yang bertujuan untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan kehidupan bersama (hirasat ad din wa siyasat ad dunya).***

Penulis: Eri Fauzi Rahman

(Pengurus Pergunu Cianjur)

0 komentar


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Advertisemen